Sabtu, 02 November 2013

cara berternak kepiting bakau

Budidaya Kepiting Bakau
Kepiting banyak ditemukan di berbagai samudra dunia. Selain kepiting laut, ada juga jenis kepiting yang hidup di darat dan air tawar, khususnya di daerah-daerah tropis. Kepiting yang habitat hidupnya di laut dan jarang naik ke wilayah daratan namanya rajungan, sedangkan ketam yang menghuni wilayah perairan tawar dikenal dengan nama yuyu. Kepiting memiliki beragam ukuran, misalnya ketam kacang dengan ukuran beberapa milimeter saja, sampai jenis kepiting laba-laba Jepang yang rentangan kakinya mencapai 4 meter. Satu jenis kepiting yang saat ini sedang mengalami perkembangan pangsa pasar adalah kepiting bakau (jenis Scylla serrata). Pertumbuhan pangsa pasar ini terjadi di dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha budidaya intensif untuk jenis kepiting ini. 
Dalam budidaya kepiting bakau, diperlukan ketersediaan lahan bebas polusi, pengelolaan yang baik, serta benih yang unggul. Untuk lahan pemeliharaan, tambak tradisional yang biasanya digunakan untuk memelihara bandeng atau udang bisa dimanfaatkan. 
Macam-macam kepiting bakau
Ada beberapa macam kepiting bakau yang bisa kita ketahui:
Scylla oceanica: kepiting jenis ini warnanya agak kehijauan serta memiliki garis coklat di hampir semua bagian tubuhnya, terkecuali di bagian perutnya.  
Scylla serrata: kepiting jenis ini memiliki ciri khas warna keabu-abuan hingga hijau kemerah-merahan.
Scylla transquebarica: jenis yang terakhir ini warnanya kehijauan hingga kehitaman dan terdapat sedikit garis coklat pada bagian kaki renangnya.
Dibandingkan dua jenis kepiting lainnya, Scylla serrata memiliki ukuran lebih kecil di usia yang sama. Namun dibandingkan yang lain, jenis ini lebih bersaing dan diminati pembeli.  
Sifat kepiting bakau
Secara umum, kepiting bakau memiliki sifat dan kebiasaan sebagai berikut:
Saling menyerang dan kanibalisme. Pada kepiting, kedua sifat ini adalah ciri khas yang paling menonjol, sehingga hal ini pula yang menjadi tantangan dalam usaha pembudidayaan kepiting.
Kesukaannya berendam di dalam lumpur serta membuat lubang di pematang atau dinding tambak pemeliharaan. 
Kepekaan pada tingkat pencemaran atau polutan.
Ganti kulit atau molting.    
Lokasi budidaya 
Untuk lokasi pemeliharaan, usahakan tambak kepiting memiliki kedalaman antara 0.8-1.0 meter dan kondisikan salinitas air berada pada 15-30 ppt. Sedangkan tanah tambak dibuat berlumpur dengan pola tekstur berupa lempung berliat / silty loam atau tanah liat berpasir / sandy clay, dan yang terakhir selisih pasang surutnya kira-kira antara 1.5-2 meter. Selain syarat-syarat diatas, pada intinya tambak pemeliharaan untuk udang atau bandeng juga bisa digunakan untuk budidaya kepiting bakau.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih lokasi untuk memelihara kepiting di antaranya:
Pakan yang tersedia harus memadai dan kontinuitasnya juga terjamin.
Air yang dipakai haruslah cukup dan bebas dari polusi. 
Terdapat tenaga terampil yang mampu menguasai teknis pembudidayaan kepiting.
Adanya sarana serta  prasarana untuk produksi maupun pemasaran.
Disain tambak untuk pemeliharaan kepiting bakau 
Desain tambak untuk pemeliharaan kepiting bakau tidak boleh disepelekan. Jika perlakuan pada kepiting selama pemeliharaan ternyata kurang baik, semisal makanan kurang memadai dan mutu air tidak diperhatikan, maka kepiting bisa berusaha untuk meloloskan diri di saat ia mencapai kondisi matang telur. Kepiting akan memanjat pagar / dinding tambak, bisa juga dengan membuat lubang di pematang tambak. Guna menghindari hal ini, maka konstruksi pintu air dan pematang harus diperhatikan dengan cermat. Pematang bisa dipasangi pagar dari waring atau kere bambu yang akan mencegah kepiting untuk lolos.
Pemasangan waring atau kere bambu pada pematang yang kokoh (dengan lebar sekitar 2-4 meter) bisa dilakukan di bagian pinggir atas pematang dengan ketinggian kira-kira 60 cm. Sedangkan pada tambak dengan kondisi pematang yang tidak kokoh, pagar bisa dipasang pada pematang di bagian kaki dasarnya setinggi paling tidak 1 meter.
Penebaran bibit 

Untuk pembudidayaan kepiting tradisional yang asalnya berupa tangkapan dari alam, petani kepiting hanya mengandalkan bibit dari kepiting-kepiting yang datang secara alami ketika air mengalami pasang surut. Pada sistem budidaya monokultur, bibit kepiting yang beratnya 20-50 gram bisa ditebar dengan jumlah kepadatan sekitar 5000-15000 ekor/hektar. Sedangkan untuk budidaya polikultur bersama ikan bandeng, bibit kepiting seberat 20-50 gram bisa mulai ditebar dengan angka kepadatan kira-kira 1000-2000 ekor/hektar, sementara bandeng gelondongan dengan berat kira-kira 2-5 gram bisa ditebar dengan jumlah kepadatan sekitar 2000-3000 ekor/hektar. 
Pembudidayaan kepiting bertelur
Kepiting yang dipanen, selanjutnya bisa dibudidayakan kembali guna meningkatkan kualitas kepiting betina melalui cara pembudidayaan yang intensif. Kepiting dengan kondisi betelur akan menaikkan nilai jualnya karena harganya bisa mencapai 2-3x lipat harga kepiting yang tidak bertelur. Hal ini dapat membantu meningkatkan pendapatan petani kepiting. Metode untuk menghasilkan kepiting yang bertelur dikelompokkan menjadi dua macam:
Sistim Kurungan 
Kurungan bisa dibuat menjadi suatu rangkaian dengan bahan dasar bambu. Panjang bilah bambu yakni 1,7 meter dan lebarnya 1-2 cm. Bilah-bilah bambu tersebut dirangkai dengan rapi sehingga membentuk semacam pagar atau kere. Kere ini selanjutnya dipasang di saluran tambak dengan posisi memanjang di pinggirannya. Ketika dipasang pada tambak, hendaknya kere ditempatkan di bagian yang lebih dalam serta mendapat sirkulasi air yang memadai. Pagar bambu atau kere ditancapkan hingga sedalam 30 cm serta bagian bawah kere dibuat agak rapat agar agar kepiting tidak mudah lolos. Sedangkan ukuran kurungan yang ditempatkan di saluran tambak harus menyesuaikan dengan lebar saluran agar tak menghambat kelancaran aliran tambak tersebut. Pada skala lebih besar lagi, dapat digunakan petakan tambak seluas 0.25-0.50 hektar yang dikelilingi pagar berbahan dasar waring atau kere bambu. Pagar bambu selanjutnya ditancapkan sedalam kira-kira 30 cm lalu usahakan bagian pagar yang halus untuk menghadap ke arah dalam agar kepiting tak bisa memanjatnya sebab bagian tersebut licin.
Karamba Apung 
Selain kurungan, metode pembudidayaan kepiting bertelur bisa juga memanfaatkan karamba apung. Pembuatan karamba apung bisa dirangkai dari bilah bambu sebagaimana halnya pembuatan kere. Karamba apung yang telah dirangkai menjadi bentuk kotak, ukurannya disesuaikan pada lokasi dimana ini akan ditempatkan. Berikutnya, pada sisi-sisi yang berlawanan, pelampung yang dibuat dari potongan beberapa bambu utuh dipasang. Pada usaha pembudidayaan kepiting menggunakan karamba apung, kepadatan bisa mencapai 20 ekor/m2. Kepadatan inilah yang akan meningkatkan peluang hidup kepiting. Untuk bobot kepiting bertelur siap panen kira-kira adalah 200 gr/ekor. Sedangkan proses produksi paling lama kepiting bertelur berlangsung kira-kira 5-14 hari, atau bisa juga tergantung pada ukuran awal kepiting saat penebaran. Masa pemeliharaan yang singkat ini bisa jadi terkait kondisi kepiting betina saat penebaran dengan bobot 150 gram yang biasanya telah mengandung telur.
Usaha penggemukan 
Selain dijadikan kepiting yang bertelur, peluang lain yang diusahakan adalah penggemukan kepiting. Untuk proses penggemukan sama seperti budidaya kepiting bertelur. Sedangkan caranya bisa dengan memanfaatkan karamba bambu apung atau kurungan bambu. Perbedaan jelas disini terletak pada jenis kepiting yang diusahakan. Kepiting pada budidaya penggemukan ini merupakan kepiting dengan ukuran ekspor dari kelompok kelamin betina maupun jantan yang masih dalam kondisi keropos. Lama waktu penggemukan kira-kira 5-10 hari. Dalam waktu ini kepiting sudah bisa berisi dan gemuk bila dipelihara dengan cukup baik. Bahkan jika pemeliharaan dilanjutkan lagi untuk jenis kepiting betina, maka bisa menjadi kepiting yang bertelur. Sedangkan guna menghindari angka kematian akibat perkelahian betina dan jantan, sebaiknya lakukan pemeliharaan secara monosex.
Pakan 

Bermacam jenis pakan yang bisa diberikan pada kepiting misalnya ikan rucah, kulit sapi, usus ayam, bekicot, kulit kambing, keong sawah, dan sebagainya. Dari bermacam pakan itu, ikan rucah yang masih segar dinilai lebih baik bila ditinjau dari unsur kimiawinya maupun tekstur fisiknya untuk dapat dimakan dengan cepat oleh kepiting. Pada usaha pembesaran, pemberian pakan sifatnya hanya suplemen saja dengan dosis kira-kira 5%. Berbeda dengan budidaya penggemukan dan kepiting bertelur, dimana pemberian pakan perlu diperhatikan secara seksama dengan dosis sekitar 5-15% dari bobot kepiting yang dibudidayakan. 
Panen dan pasca panen 

Setelah jangka waktu beberapa bulan, proses seleksi kepiting untuk pemanenan bisa dilakukan dengan memilih kepiting dengan ukuran siap jual. Selain dipungut,  kepiting bisa juga dilepas kembali dalam kolam pembesaran guna mendapatkan kegemukan atau ukuran lebih besar. Setelah dilakukan pemungutan keputung siap jual, langkah selanjutnya adalah mengikat kepiting dalam keranjang. Ada cara-cara yang perlu diperhatikan untuk mengikat kepiting agar tidak merusak fisiknya:
Pengikatan dilakukan pada seluruh kaki dan kedua capitnya 
Ikat capitnya menggunakan satu tali saja
Ikat masing-masing capit menggunakan tali terpisah
Tali pengikat yang digunakan bisa berupa tali rafia maupun jenis lainnya yang sekiranya cukup kuat. 
Penanganan kepiting selanjutnya setelah disusun ke dalam keranjang adalah menjaga kondisi kelembaban dan suhu. Usahakan agar suhu tidak melebihi 26°C, selain itu kelembaban yang disarankan adalah 95%. Cara yang bisa ditempuh untuk menjaga kondisi kelembaban dan suhu ideal bagi kepiting selama pengangkutan yakni dengan mencelupkan kepiting dalam air bersalinitas 15-25% (air payau) sekitar 5 menit sembari digoyang-goyangkan untuk melepas kotoran kepiting. Setelah itu, baru kepiting disusun lagi dalam wadah dan tutup wadah menggunakan goni basah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar